I Gusti Ngurah Rai lahir pada tanggal 9 Januari 1917 di Carangsari,Badung, Bali. Ia menyelesaikan sekolah di HIS (setingkat Sekolah Dasar) di Denpasar,dan kemudian melanjutkan pendidikannya di MULO (setingkat SLTP) di Malang. Setelah tamat dari MULO ia mengikuti pendidikan militer pada sekolah Kadet Militer di Gianyar, Bali, dan meneruskan pendidikan militernya di Corps Opleiding voor Reserve Officieren di Magelang. Setelah lulus, ia diangkat sebagai letnan dua dan ditugaskan pada Corps Prayodha Bali.
Setelah proklamasi kemerdekaan Indonesia tahun 1945, I Gusti Ngurah Rai membentuk Tentara Keamanan Rakyat (TKR) Sunda Kecil dan ia sebagai komandannya, pada bulan Februari 1946 Belanda mendaratkan pasukannya di pulau Bali. Tentara Keamanan Rakyat (TKR) Sunda Kecil terpecah menjadi bagian-bagian kecil yang tersebar tanpa adanya kesatuan komando. Butuh waktu berbulan-bulan dan kerja keras bagi I Gusti Ngurah Rai untuk menyatukan kembali pasukan TKR. Setelah pasukan TKR kembali bersatu, pasukan berganti nama menjadi Ciung Wanara dan kembali menyusun strategi untuk melawan Belanda. I Gusti Ngurah Rai dan pasukannya melancarkan serangan pertama pada markas pasukan Belanda di Tabanan dan Desa Marga, banyak diantara tentara Belanda yang merupakan orang pribumi menyerahkan diri dan bergabung dengan I Gusti Ngurah Rai.
Belanda yang kala itu sedang mempersiapkan Negara Boneka di Indonesia Timur sangat marah terhadap serangan yang dilancarkan oleh I Gusti Ngurah Rai dan pasukannya. Belanda mengirimkan pasukannya dalam jumlah besar untuk menggempur I Gusti dan pasukannya. Pertempuran pun pecah pasukan Ciung Wanara berhasil mengalahkan Belanda. Belanda kembali mengirimkan pasukannya dengan mengerahkan pesawat terbang untuk menggempur pasukan Ciung Wanara dari udara. Pasukan Ciung Wanara terkepung oleh serangan udara Belanda dan tidak dapat memberikan perlawanan yang seimbang karena serangan terjadi di area terbuka. I Gusti Ngurah Rai kemudian memerintahkan pasukannya untuk untuk melakukan perang Puputan (perang habis-habisan). Ia bersama seluruh pasukannya bertempur sampai titik darah penghabisan hingga ia dan seluruh pasukannya berguguran. I Gusti Ngurah Rai kemudian dimakamkan di Desa Marga. Atas keberanian I Gusti Ngurah Rai dan pasukan Ciung Wanara, pertempuran itu kemudian dikenang dengan nama Puputan Margarana.