Teuku Nyak Arif lahir pada tanggal 17 Juli 1899, di Ulee Lheue, Banda Aceh. Pendidikan dasarnya di Hollandsche Inlandsc School (HIS), kemudian Kweelkschool (Sekolah Raja)Bukit Tinggi dan OSVIA (Sekolah Pamong Praja) di Serang. Setelah tamat dari OSVIA pada 1915, lima tahun kemudian ia diangkat menjadi Panglima Sagi 26 Mukim.
Teuku Nyak Arif seudah tertarik berorganisasi sejak berusia muda. Pada tahun 1919 ia diangkat menjadi Ketua Nationale Indische Partij (NIP) cabang banda Aceh, ia juga membantu kegiatan Muhammadiyah dan taman siswa. Pada tahun 1927-1931 ia ditunjuk menjdi anggota Volksraad (Dewan Rakyat), dalam Volksraad ia banyak mengkritik kebijakan-kebijakan pemerintah kolonial Belanda dan sangat berani menyuarakan tuntutan demi kesejahteraan rakyat. Setelah berjuang membela rakyat di Volksraad, ia banyak mencurahkan perhatian dan pikirannya untuk memimpin Sagi 26 Mukim di Aceh.
Pada awal tahun 1942, menjelang pendaratan tentara pendudukan Jepang, Teuku Nyak Arif mendesak Residen Belanda di Aceh agar menyerahkan kekuasaan padanya. Pada masa pendudukan Jepang, ia diangkat menjadi Ketua Aceh Syu Sangikai (Dewan Rakyat Daerah Aceh), selain itu juga sebagai Sumatera Cuo Sangi In (Dewan Rakyat Sumatera). Posisi strategis yang dijabat tidak membuatnya tunduk dan menjadi boneka Jepang, malah sebaliknya ia mengadakan gerakan bawah tanah memberontak melawan Jepang bersama rakyat Aceh lainnya. Akibatnya ia ditangkap oleh tentara Jepang, akan tetapi ia kembali dilepaskan karena tentara pendudukan Jepang khawatir terjadi pergolakan yang lebih besar di kalangan rakyat Aceh.
Setelah proklamasi kemerdekaan Indonesia, Teuku Nyak Arif diangkat sebagai Residen Aceh. Mengetahui pasukan sekutu akan datang ke Indonesia, Jepang menunggu persenjataannya dilucuti sekutu. akan tetapi Teuku Nyak Arif berniat ingin melucuti sendiri persenjataan tentara pendudukan Jepang karena Jepang tidak bersedia, akhirnya meletuslah pertempuran melawan tentara pendudukan Jepang. Waktu itu tentara sekutu pun masuk ke Indonesia juga ke daerah Aceh. Selain menghadapi pasukan Jepang dan dan Sekutu, saat yang bersamaan ia dan pasukannya juga harus menghadapi kaum agama Aceh yang ingin merebut kekuasaan pemerintah dari golongan Ulu Balang, dimana termasuk dirinya sendiri. karena tidak ingin pertumpahan darah sesama saudara terjadi, Teuku Nyak Arif akhirnya membiarkan dirinya ditangkap oleh Laskar Mujahidin dan kemudian dibawa ke Takengon. Di tempat ini pula penyakit gulanya kambuh dan ia meninggal dunia pada tanggal 4 Mei 1946 dan dimakamkan di pemakaman keluarga di Lam Nyong, Banda Aceh.