Haji Agus Salim dengan nama kecil Masyudul Haq, lahir pada tanggal 8 Oktober 1884, di Kota Gadang Sumatera Barat. Latar belakang pendidikannya sampai menamatkan HBS (setingkat SMA), setelah tamat dari HBS, ia menjadi seorang pelajar otodidak yang belajar sendiri dengan mandiri. Haji Agus Salim menguasai tidak kurang dari sembilan bahasa, antara lain Bahasa Belanda, Inggris, Jerman, Prancis, Arab, Turki, Jepang, indonesia dan juga bahasa daerah.
Kelebihannya menguasai banyak bahasa asing, membawanya menjadi seorang penerjemah. Selain itu ia juga bekerja sebagai seorang notaris. Kesempatan belajar didapatkannya ketika pada tahun 1906 sampai 1911, ia bekerja pada pada konsulat Belanda di Jedah, Arab Saudi. Di sana ia tidak hanya semata-mata bekerja, akan tetapi kesempatan itu juga digunakannya untuk menambah ilmu pengetahuan agama Islam dan juga tentang dan juga tentang diplomasi.
Haji Agus Salim memulai aktifitas politiknya ketika bergabung dengan Sarekat Islam (SI) dan diangkat sebagai anggota Pengurus Pusat karena keaktifannya. Ia juga salah seorang tokoh yang sangat berpengaruh dalam Sarekat Islam. Masa itu banyak anggota Sarekat Islam yang sudah berubah haluan terpengaruh oleh paham komunis. Ia kemudian mengajukan pembersihan dalam Sarekat Islam, agar para anggota yang sudah dipengaruhi paham komunis untuk dikeluarkan karena tidak sejalan dengan ajaran Islam.
Pada tahun 1929, Sarekat Islam berubah menjadi Partai Sarekat Islam Indonesia (PSII). Pada tahun 1934, Haji Agus Salim diangkat menjadi ketua Partai Sarekat Islam Indonesia menggantikan Haji Umar Said Cokroaminoto yang meninggal dunia pada tahun itu. Selain aktif dalam dalam dunia politik, Haji Agus Salim juga seorang yang aktif dalam dunia kewartawanan dan memimpin beberapa surat kabar.
Masa penjajahan Jepang, ia merupakan salah seorang anggota dalam Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI). Ia terlibat aktif dalam “Panitia kecil perancang undang-undang dasar” bersama beberapa lainnya, seperti Prof. Dr. Supomo, Wongsonegoro, Ahmat Subarjo, A,A. Maramis. Setelah Indonesia merdeka ia diangkat menjadi anggota Dewan Pertimbangan Agung, setelah itu menjadi Menteri Muda Luar negeri dalam kabinet Syahrir I (14 Nopember 1945 - 12 Maret 1946) dan kabinet Syahrir II (12 Maret 1946 – 2 oktober 1946). Dalam Kabinet Hatta, ia kemudian diangkat menjadi Menteri Luar Negeri.
Setelah agresi militer kedua Belanda selesai dan sesudah pengakuan kedalatan Republik Indonesia oleh Belanda, Haji Agus Salim tidak lagi aktif dalam pemerintahan. Akan tetapi ide-idenya tetap dibutuhkan pemerintah. oleh sebab itu ia ditunjuk sebagai penasihat Menteri Luar Negeri.
Haji Agus Salim meninggal pada tanggal 4 November 1954, di Jakarta dan dimakamkan di Taman makam pahlawan Kalibata.