Teuku Umar lahir pada tahun 1854 di Meulaboh, Aceh. Ia merupakan seorang anak Ulee Balang bernama Teuku Achmad Mahmud. Dari kecil dia telah memiliki pembawaan yang keras dan susah untuk ditundukkan, ia tidak pernah mendapatkan pendidikan yang formal, namun ia merupakan seorang yang cerdas.
Ketika perang Aceh dengan Belanda meletus, Teuku Umar masih berusia sembilan belas tahun. Pada saat itu ia sudah mulai berjuang melawan Belanda dengan pejuang-pejuang lainnya. Teuku Umar merupakan seorang pejuang yang memiliki banyak taktik untuk menghancurkan musuhnya. Taktik yang digunakan sering membuaat para pejuang-poejuang lain merasa heran. Tahun 1883 ia tiba-tiba menyerah dan bekerja sama dengan pihak Belanda, setahun setelah itu ia kembali membelot. Pada saat ia bekerja sama dengan Belanda, Gubernur Van Teijn menempatkan Teuku Umar dalam dinas militer Belanda dengan maksud dapat merebut hati rakyat Aceh. Teuku umar diberi banyak prajurit termasuk seorang Pang Laot (panglima Laut]) sebagai tangan kanannya.
Tahun 1884 sebuah kapal dagang Inggris "Nicero" terdampar di pantai Teunom. Raja Teunom menahan seluruh awak dan menyita seluruh angkutan kapal dan meminta tebusan. Mengetahui itu, pemerintah Inggris meminta Belanda untuk membebaskan kapal tersebut. Pihak Belanda mengirimkan Teuku Umar untuk membebaskan kapal itu, tapi teuku Umar meminta agar ia diberi logistik dan persenjataan yang banyak karena menurutnya melawan pasukan Raja Teunom merupakan tugas yang berat. Pihak Belanda menyetujui permintaan Teuku Umar.
Teuku Umar berlayar menuju Teunom dengan dengan membawa 32 prajurit Belanda dan beberapa panglima yang merupakan bawahannya. Ketika dalam perjalanan para prajurit Belanda dibunuh dan semua senjata mereka diambil. Pihak Belanda sangat terkejut terhadap pengkianatan Teuku Umar dan kembali memburunya.
Setelah membunuh para tentara Belanda, Teuku Umar membagikan senjata hasil rampasan kepada pasukan pejuang Aceh dan kembali memimpin perlawanan dan membebaskan daerah 6 Mukim yang pada saat itu dikuasai Belanda. Tahun 1886 Teuku Umar dan pasukannya menyerang Kapal Hok Canton yang dinahkodai pelaut Denmark bernama Kapten Hansen. Nahkoda kapal itu bermaksud menjebak Teuku umar untuk diculik dan diserahkan kepada belanda dengan imbalan sebesar $ 25 ribu. Hansen memakai taktik dengan modus menukar lada yang merupakan hasil bumi dengan senjata kepada Teuku Umar. Teuku umar kemudian mengirim utusannya, tapi Hansen meminta Teuku Umar langsung yang datang untuk melakukan transaksi. Namun Teuku Umar sudah mengetahui maksud Hansen tersebut dan segera mengatur strategi. Pada dini hari, Teuku Umar mengirim seorang panglima dan 40 prajurit, mereka kemudian menyusup ke kapal Hansen. Pada pagi hari hari Teuku Umar datang menemui Hansen dikapalnya dan menagih hasil penjualan lada. Hansen tidak mau memberikannya dan memerintahkan anak buahnya untuk menangkap Teuku Umar untuk diserahkan kepada Belanda. Hansen tidak mengetahui jika prajurit Teuku Umar telah berada dalam kapal, Hansen kemudian ditembak oleh oleh prajuri Teuku Umar ketika hendak melarikan diri. Teuku Umar kemudian menawan awak kapal dan meminta tebusan, pihak Belanda pun terpaksa membayarnya.
Tahun 1893, Teuku Umar kembali berdamai dan bekerja sama dengan Belanda. Belanda menyambut baik penyerahan dirinya dan kembali mempercayakan 250 prajurit dengan senjata lengkap kepadanya untuk memerangi pejuang Aceh yang belum tunduk kepada Belanda. Banyak para pejuang Aceh yang kecewa dengan sikap Teuku Umar, tapi juga tidak sedikit diantara mereka yang percaya bahwa Teuku Umar memiliki rencana tersendiri. Dalam sebuah perang, Teuku Umar membawa seluruh prajuritnya untuk melawan para pejuang Aceh. Namun itu hanyalah sebuah kepuraan belaka, para pejuang Aceh sudah diberikan informasi oleh Teuku Umar, yang pada akhirnya mereka dengan mudah mengalahkan prajurit Belanda dan merampas senjata mereka. Pada 29 Maret 1896, Belanda kembali mendapat pengkianatan dari Teuku Umar, Belanda telah tertipu oleh Teuku Umar yang kembali menyerangnya. Teuku Umar dibantu pejuang Aceh berhasil membawa lari banyak peralatan perang dan uang sebesar $ 800.000.
Pemerintah Belanda sangat marah dan mengarahkan prajuritnya dalam jumlah besar untuk menangkap Teuku Umar hidup ataupun mati. Teuku Umar kemudian gugur dalam sebuah pertempuran pada 11 Februari 1899 di Meulaboh, ia dimakamkan di Mugo sebuah desa pedalaman di Meulaboh, Aceh.