Wage Rudolf Supratman lahir pada tanggal 19 Maret 1903, di Jatinegara, Jakarta.setelah menamatkan sekolahnya di Amtenaar Examen, ia melanjutkan ke Normaal School (setara dengan sekolah pendidikan guru) di Ujung Pandang, Makasar, hingga tamat. Beberapa lama kemudian ia menjadi guru HIS (Sekolah Dasar) di Makassar. Berpindah dari dunia pendidikan, ia kemudian bekerja pada sebuah perusahaan dagang di Makasar. Setelah itu ia berpindah ke Bandung dan berprofesi sebagai wartawan. Dari Bandung ia kemudian berpindah lagi ke Jakarta dan tetap menjadi wartawan di sana.
Perkerjaannya menjadi wartawan pernah digelutinya dibeberapa surat kabar, seperti surat kabar Kaoem Muda Bandung, redaksi surat kabar Kaoem Kita, dan pembantu lepas pada harian Cina berbahasa Melayu, Sin Po. Selain itu ia juga mendirikan Kantor Berita Alphena bersama P. Harahap.
Menjadi seorang wartawan, menjadikan dirinya seorang yang kritis terhadap permasaalahan bangsanya ia banyak bergaul dengan tokoh-tokoh pergerakan nasional. Ketidak senangnya terhadap penjajah Belanda pernah ia tuangkan dalam sebuah buku yang berjudul Perawan Desa. Buku itu pun akhirnya dilarang beredar oleh Pemerintah Belanda.
Ketika masih di Ujung Pandang, Wage Rudolf Supratman pernah mendapatkan pelajaran musik dari kakaknya, ia pandai bermain biola dan juga mengubah lagu. Sekitar tahun 1924 di Jakarta, pada suatu kali ia membaca sebuah karangan dari Agus Salim yang menantang ahli-ahli musik tanah air untuk menciptakan lagu kebangsaan. Ia merasa tertantang lalu mengubah sebuah lagu yang diberi judul Indonesia Raya. Lagu tersebut direkam oleh Tio Tek Fong dan diperdengarkan pertama kali secara instrumental pada malam penutupan Kongres pemuda II tanggal 28 Oktober 1928, lagu tersebut memukau para hadirin yang mendengarkannya. Dengan cepat lagu Indonesia Raya kemudian menyebar di kalangan pergerakan nasional.
Lagu Indonesia Raya merupakan perwujudan rasa persatuan dan kehendak untuk merdeka. Pemerintah Belanda kemudian melarang lagu Indonesia raya diperdengarkan terutama di muka umum, akhirnya lirik “Merdeka” di dalam lagu tersebut diubah menjadi “Muliya”. Selain lagu Indonesia raya, Wage Rudolf Supratman juga mengubah beberapa lagu perjuangan, diantaranya seperti lagu Bendera Kita, Bangunlah Hai kawan, Di Timur matahari dan R.A. Kartini.
pada tanggal 17 Agustus 1938, Wage Rudolf Supratman meninggal dunia di Surabaya karena penyakit paru-paru, ia dimakamkan di depan Kuburan Rangkah di Surabaya. Setelah Indonesia merdeka, lagu Indonesia Raya dijadikan sebagai lagu resmi kebangsaan dan sebagai lambang pemersatu bangsa. Meskipun ia tidak dapat menikmati susana kemerdekaan, namun jasanya akan selalu dikenang sepanjang masa.