cut meutia

Cut Meutia lahir pada tahun 1870 di Peureulak, Aceh. Ia dibesarkan dalam suasana peperangan antara Aceh dan Belanda. Ia menikah dengan Teuku Muhammad yang merupakan seorang pejuang atau lebih terkenal dengan sebutan Teuku Chik Tunong.

Cut Meutia berjuang bersama suaminya melawan Belanda. Ia bersama suami dan pasukan pejuang melakukan perlawanan geriliya dengan menyergap patroli pasukan Belanda dan pernah menyerang markas Belanda di Idie. Cut Metia merupakan pejuang wanita yang tidak takut pada musuhnya, ia bersama suami dan pasukan pejuang lain terus melakukan perlawanan hingga pada Mei 1910 suaminya Teuku Chik Tunong berhasil ditangkap Belanda dan dijatuhi hukuman mati. Setelah kematian suaminya, Cut Meutia atas pesan suaminya menikah dengan seorang pejuang lain Pang Nagru yang merupakan sahabat karib Teuku Chik Tunong. Pihak Belanda pernah membujuk Cut Meutia melalui keluarganya untuk menyerahkan diri, tetapi ia tidak pernah mau tunduk dan menyerah kepada Belanda.

Bersama suami keduanya Pang Nagru, Cut Meutia terus memberikan perlawanan kepada Belanda. Karena kepungan Belanda semakin kuat hingga kepelosok, membuatnya dan pasukannya semakin terdesak. Cut Meutia dan pasukannya kemudian masuk kedalam hutan Rimba Pasai, ia membawa seorang anaknya yang bernama Raja Sabil yang berumur sebelas tahun, dan disana mereka berpindah-pindah agar tidak tertangkap Belanda. Hingga pada September 1910 Pang Nangru gugur dalam sebuah pertempuran di Paya Cicem. Karena keadaan keadaan yang semakin terdesak, beberapa dari teman Pang Nangru menyerahkan diri. Namun Cut Meutia tetap bertahan meskipun para kerabat menganjurkannya untuk menyerakan diri.

Cut Meutia akhirnya gugur pada Oktober 1910 dalam sebuah penyergapan di tempat persembunyiannya. Ia dan pasukannya memberikan perlawanan sengit pada pasukan Belanda yang mengepungnya, yang kemudian berakhir dengan peluru yang bersarang ditubuhnya dan membuat dirinya harus gugur jatuh ke bumi .