cut nyak dien

Cut Nyak Dien lahir pada tahun 1850 di Lampadang, Aceh Besar, Aceh.  Dalam usia muda dia menikah dengan seorang pejuang Teuku Ibrahim Lamnga. Pada Desember 1873 hubungan kerajaan Aceh dengan Belanda semakin memburuk dan pada masa itu meletus perang antara Aceh melawan Belanda, dan pada tahun 1875 Lampadang diduduki Belanda. Cut Nyak Dien mengungsi dan berpisah dengan suami serta ayahnya yang berjuang melawan Belanda. Suaminya gugur dalam pertempuran di Gle Tarum (Hutan Tarum) pada Juni 1878. Sejak kematian suaminya Teuku Ibrahim Lamnga, Cut Nyak Dien bersumpah untuk membalas dan ikut berjuang melawan Belanda.

Cut Nyak Dien kembali menikah untuk yang kedua kalinya dengan kemenakan ayahnya, yaitu Teuku Umar pada tahun 1880. Teuku Umar adalah seorang pejuang Aceh yang terkenal karena banyak membuat pihak Belanda mengalami kerugian. Pada tahun 1893, Teuku Umar dengan tiba-tiba menyerahkan diri dan bekerja sama dengan pihak Belanda. Penyerahannya pada pihak Belanda menimbulkan tanda tanya dikalangan pejuang Aceh pada masa itu. Namun ini bukanlah niat sesungguhnya Teuku Umar, melainkan sebuah taktik mendapatkan senjata dan perlengkapan perang untuk pejuang Aceh.

Setelah tiga tahun bekerja sama dengan Belanda, Teuku Umar berbalik menyerang Belanda dengan pejuang-pejuang Aceh lainnya. Teuku Umar meninggal pada 11 Februari 1899 dalam sebuah pertempuran di Meulaboh, Aceh. Setelah kematian suaminya Teuku Umar, Cut Nyak Dien kemudian mengambil alih memimpin pasukan dan meneruskan perjuangan di pedalaman Meulaboh secara bergeriliya.

Cut Nyak Dien merupakan seorang pejuang yang tidak pernah mau tunduk pada pada Kaphe Belanda (Belanda Kafir) yang merupakan sebutan pejuang Aceh pada masa perjuangan melawan Belanda. Cut Nyak Dien merupakan seorang pejuang wanita yang tangguh, ia tidak pernah menyerah pada Belanda dan tidak pula berhasil menangkapnya. Lama kelamaan usia Cut Nyak Dien semakin menua, fisiknya semakin lemah dan matanya menjadi rabun namun semangat juangnya tidak pernah pudar. Melihat kondisi itu seorang anak buahnya merasa iba, dan memberikan informasi kepada pihak Belanda tentang keberadaannya kemudian segera menangkapnya.

Ketika hendak ditangkap oleh pihak Belanda, Cut Nyak Dien mengeluarkan Rencong berusaha memberikan perlawanan, namun seorang serdadu Belanda berhasil memegang tangannya. Cut Nyak Dien kemudian ditawan di Banda Aceh. Namun ia masih dapat berhubungan dengan pejuang Aceh lainnya, mengetahui itu kemudian pihak Belanda mengasingkan Cut Nyak Dien ke Sumedang, Jawa Barat dan kemudian meninggal disana pada 6 Nopember 1908, dan dimakamkan di sana.