Kyai Haji Hasyim Asy’ari lahir pada bulan April 1875, di Demak, Jawa Tengah. Dari kecil ia dididik dalam ilmu agama oleh keluarganya kemudian dididik dan tumbuh besar di lingkungan pesantren. Ia belajar ilmu agama di beberapa pesantren. Pesantren terakhir tempat ia menimba ilmu adalah Pesantren Siwalan Panji Siderejo yang dipimpin oleh Kyai Jakub dan kemudian Hasyim Asy’ari diambil sebagai menantunya.
Pada tahun 1891, Hasyim Asy’ari pergi menunaikan haji ke Mekah bersama istri dan mertuanya, istrinya meninggal di sana. Pada Tahun 1896 ia kembali menunaikan ibadah haji ke Mekah dan menetap disana selama tujuh tahun untuk memperdalam ilmunya, sekembalinya dari Mekah ia singgah di Johor, Malaysia dan mengajar di sana. Setelah dari Malaysia ia kemudian kembali ke Indonesia dan mengajar di pesantren kakeknya.
Setelah kematian istrinya Hasyim Asy’ari kemudian menikah lagi dengan puteri Kyai Ilyas dan dikaruniai beberpa orang anak. Pada tahun 1907 Kyai Haji Hasyim Asy’ari mendirikan sebuah pesantren dan Madrasah di desa Cukir, Jombang, Jawa Timur. Pesantren itu lebih dikenal dengan sebutan Pesantren Tebu Ireng. Ketika membangun Pesantren Tebu Ireng, Kyai Haji Hasyim Asy’ari tidak hanya memfokuskan pada pendidikan agama saja melainkan juga mengajari pendidikan-pendidikan umum disana. Ia mengajarkan dan menyuruh para santrinya untuk mempelajari bahasa latin dan membaca buku-buku umum selain buku agama. Hal ini bertujuan untuk memperbaiki pendidikan generasi muda yang pada saat itu masih sangat bodoh terhadap pengetahuan umum, yang menyebabkan ketertinggalan.
Upaya yang dilakukan Kyai Haji Hasyim Asy’ari untuk memperbaiki pemikiran generasi bangsa itu mendapatkan reaksi penolakan dari masyarakat, karena menurut pemikiran sebagian masyarakat Islam pada masa itu menganggap menggabungkan pendidikan agama dengan pendidikan umum adalah bid’ah.
Selain reaksi masyarakat, pihak penjajah Belanda juga menentang pesantren Tebu Ireng. Belanda pernah mengajak Kyai Haji Hasyim Asy’ari untuk bekerja sama dan diangkat menjadi pegawai negeri dengan gaji yang besar, tetapi ia menolaknya. Belanda akhirnya melakukan penyerangan terhadap pesantren Tebu Ireng dan Kyai Haji Hasyim Asy’ari kemudian menghancurkan yang ada didalamnya. Oleh sebab penyerangan dan usaha pembunuhan Kyai Hasyim Asy’ari, maka para santri pun melakukan perlawanan. Belanda beralasan jika pesantren Tebu Ireng merupakan merupakan sarang para pemberontak.
Pada tahun 1926, Kyai Haji Hasyim Asy’ari menjadi tokoh penting yang memprakasai berdirinya Nahdlataul Ulama (NU). Ia sangat membenci terhadap perpecahan di dalam Islam, tetapi ia tetap toleran terhadap aliran lain.
Pada masa awal penjajahan Jepang ke Indonesia, tanpa alasan yang jelas ia ditangkap dan dikurung. Namun beberapa bulan kemudian anaknya K.H. Wahid Hasym dapat dibebaskannya. Pada tanggal 24 Juli 1947 Kyai Haji Hasyim Asy’ari meninggal dunia dan dimakamkan di Tebu Ireng. Kyai Haji Hasyim Asy’ari memberikan banyak jasanya terhadap perjuangan melawan penjajah Belanda dan Jepang, selain berperang melawan penjajah ia juga berperang melawan kebodohan generasi bangsa pada masa itu. Sesudah Indonesia merdeka, ia melalui pidato-pidatonya banyak membakar semangat pemuda Indonesia untuk berani berkorban mempertahankan kemerdekaan Indonesia.